Kisah Tita - Mobil Goyang

Seperti sudah menjadi suatu kebutuhan di hari libur, pagi itu aku bersama Winnie menyaksikan acara gosip di ruang keluarga. Ketika sedang serius menonton, tiba-tiba Dewi adik bungsuku muncul. Lalu dengan gayanya yang cuek dia ikut duduk di antara aku dan Winnie.

“Aduuh! Sempit nih De!! Lagian ngapain sih pake ikut-ikutan segala!?” protes Winnie karena acara menontonnya jadi terganggu.

Tentu saja aku tertawa melihat Winnie yang marah-marah sedangkan Dewi tidak menghiraukannya sama sekali.

“Teh, jalan-jalan ke ITC yuk! Ibu juga mau tuh…” ajak Dewi dengan wajah ceria.

“Boleh aja! Tapi nanti Dewi beliin Teteh baju yah…” candaku.

“Yeeee…!! Ada juga Teteh tuh yang baru gajian beliin Dewi!” kata Dewi sambil menjulurkan lidahnya.

Ibu yang tanpa sengaja menyaksikan tingkah laku anak-anak gadisnya hanya dapat tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepala.

“Ya udah… Nanti biar Ibu yang beliin baju buat Dewi deh. Sekarang pada siap-siap sana…” ujar Ibu pada kami.

“Asyiiik!! Emang Ibu paling baik sedunia deh…!” teriak Dewi kegirangan sambil masuk ke kamarnya kemudian disusul oleh Winnie yang masih terlihat malas untuk beranjak dari duduknya.

“Teteh bangunin Amar dulu sana… Nanti takut kesiangan jalannya…” lanjut Ibu ketika aku baru saja hendak masuk ke dalam kamar untuk berganti pakaian.

“Iya Bu…” jawabku dengan nada sedikit malas namun tetap berbalik arah untuk menuju ke kamar adik laki-lakiku.

“Tok… Tok… Tok… Maaar!! Amaaaar…!! Bangun Maaaar…!!” aku mengetuk pintu kamar adikku dari luar dengan cukup keras sambil meneriakkan namanya.

Setelah cukup lama aku berusaha membangunkan adikku namun belum juga terdengar sahutannya dari dalam. Akhirnya aku memutuskan untuk masuk ke dalam kamar adikku karena pintunya juga tidak dalam keadaan terkunci. Setibanya di dalam aku mendapati adikku sedang tertidur dengan posisi terlentang. Aku menggoyang-goyangkan tubuhnya, namun tetap saja belum ada sedikitpun tanda-tanda dia akan terbangun.

“Pasti si Amar pulang pagi lagi deh makanya nyenyak banget tidurnya…” keluhku sambil menghela nafas panjang.

Di saat aku terus berusaha membangunkan adikku, tanpa sengaja aku melihat penisnya sedang tegak berdiri di balik celananya. Tiba-tiba saja muncul pikiran isengku untuk membuat adikku terbangun dari tidur pulasnya. Aku kemudian bangkit dari tepi ranjang lalu segera menuju ke arah pintu untuk menutup serta menguncinya.

Setelah yakin keadaan telah aman, dengan perlahan aku menurunkan celana pendek beserta celana dalam milik adikku. Penisnya yang panjang dan kurus itu kini sudah keluar dari sarangnya. Tanpa berpikir panjang lagi aku pun mulai mengocok penisnya dengan lembut dan perlahan.

“Eeeehmmm… Teeeeeh… Teeteeeeh… Eeeehmmm…” di dalam tidurnya adikku mendesah sambil menyebut-nyebut namaku saat aku sedang menaik-turunkan penisnya.

“Amar pasti lagi ngimpiin aku yang nggak-nggak deh…” pikirku yang sempat menyangka kalau Amar sudah tersadar dari tidurnya.

Mendengar igauan Amar tadi malah membuatku terangsang lalu semakin mempercepat kocokanku pada penisnya. Akibatnya, tidak sampai 5 menit kemudian penis miliknya menyemprotkan sperma dalam jumlah banyak ke tanganku bahkan hingga menetes ke paha serta tempat tidurnya. Dengan sangat bernafsu aku pun menjilati sperma adikku yang masih menempel di tangan.

“Mmmmmmhhh… Enak banget rasa spermanya Amar…” aku menggumam pelan sambil menikmati rasa sperma adikku yang sudah cukup lama tidak aku rasakan.

Setelah selesai aku pun kembali merapihkan celana adikku hingga seperti keadaan semula. Tidak berapa lama setelah itu dia pun mulai membuka matanya. Wajah adikku terlihat sedikit terkejut melihat kehadiranku yang sudah berada di sebelahnya.

“Eeeh… Te-teteh… Masa barusan Amar ngimpi disepongin sama Teteh…” kata adikku dengan wajah tanpa dosa.

“Iiih… Dasar otak ngeres…!! Makanya kalo tidur jangan kelamaan…! Jadi ngimpi yang nggak-nggak tuh…!” ujarku sambil memasang wajah pura-pura marah sekaligus menahan senyum mendengar ucapan adikku barusan.

“Abisnya Amar udah kangen banget disepong sama Teteh… Sampe celana Amar basah kayak gini deh…” kata adikku sambil menunjuk ke arah celananya.

“Udah deh Mar nggak usah bahas itu lagi…! Mendingan Amar sekarang mandi aja sana terus anterin belanja ke ITC yah…” kataku yang tetap merahasiakan kejadian sebenarnya dari adikku.

“Iya deh Teh…” jawab adikku ketika aku sudah beranjak untuk keluar dari kamarnya.

Setelah selesai bersiap-siap aku pun menuju mobilku yang diparkir di depan rumah. Aku mengambil duduk di sebelah adik laki-lakiku yang bertugas menjadi supir karena seperti biasa Ayah jarang mau ikut apabila diajak pergi ke Mal.

“Hari ini Teteh cantik banget sih…” bisik adikku yang terus menatapku dengan pandangan kagum walaupun saat itu aku hanya memakai kaos putih berkerah dan celana jins ketat warna biru.

“Huuuh…! Kakak sendiri kok digombalin juga sih…” kataku dalam hati namun tetap saja pujian tersebut membuat aku jadi tersipu malu.

Setelah kami semua sudah berada di dalam mobil, akhirnya kami pun berangkat. Selama di perjalanan pikiranku selalu menerawang bayangan-bayangan imajinasi liar untuk melakukan persetubuhan dengan adik laki-lakiku seperti yang dulu sering kami lakukan.

“Aku jadi pengen bersetubuh sama Amar lagi deh… Mungkin untuk terakhir kalinya…” keinginanku untuk melakukan hal tersebut semakin kuat setelah peristiwa tadi pagi.

Sebenarnya beberapa bulan lalu kami berdua sepakat tidak akan pernah lagi melakukan perbuatan terlarang tersebut, dikarenakan aku dan pacarku telah merencanakan untuk melangsungkan pernikahan kami tahun ini. Walaupun aku masih teringat akan janji kami itu, namun tetap saja aku tidak dapat menghilangkan pikiran tersebut, apalagi ditambah kenyataan kalau tadi pagi aku baru saja merasakan kembali nikmatnya sperma milik adikku.

“Lagi mikirin apa sih Teh? Kok dari tadi bengong terus?” tanya adik laki-lakiku memecahkan lamunanku.

“Mmmm… Nggak kok Mar… Cuma lagi kepikiran kerjaan aja…” jawabku berbohong.

“Oh gitu? Ya udah… Tapi kalo Teteh mau cerita, Amar mau kok ngedengerin…” sambungnya lagi.

“Makasih ya Mar… Sekarang Amar konsen nyetir aja sana… Nanti malah nabrak lagi…!” jawabku sambil bercanda.

Karena tersadar kalau percakapan aku dengan Amar tadi dapat terdengar oleh Ibu serta adik-adik perempuanku, maka aku segera melirik ke bangku belakang. Perasaanku sungguh lega karena ternyata aku mendapati mereka bertiga sedang tertidur lelap.

“Untung aja nggak ada yang dengerin obrolan aku sama Amar barusan…” pikirku dalam hati karena takut apabila Ibu sampai mendengar percakapan kami tadi beliau akan menjadi sangat kuatir.

Setelah menempuh sekitar 1 jam perjalanan kami pun akhirnya tiba. Seperti halnya pada hari-hari libur, di depan jalan sudah penuh dengan mobil yang antri agar mendapatkan parkir di dalam gedung. Karena takut membuang waktu terlalu lama, Amar menyuruh kami semua untuk turun di depan lobi utama, kemudian nanti dia akan menyusul ke dalam.

“Bu… Teteh nemenin si Amar nyari parkiran dulu yah. Kasihan dia entar nyasar lagi! Ibu, Winnie sama Dewi duluan aja…” kataku yang melihat ini adalah kesempatan untuk dapat berduaan saja dengan adik laki-lakiku.

Kelihatannya mereka tidak curiga dengan permintaanku karena alasan yang aku berikan cukup masuk akal. Tempat ini memang lebih sering aku datangi bersama pacarku bila dibandingkan oleh Amar yang baru beberapa kali saja. Akhirnya kami janjian untuk bertemu di tempat makan karena Winnie dan Dewi sudah kelaparan.

“Teteh baik banget sih pake nemenin Amar segala…” kata Amar ketika sedang mencari tempat parkir yang kosong.

“Nanti juga Amar tau kok kenapa Teteh mau nemenin…” kataku sambil tersenyum penuh arti yang membuat wajah adikku jadi terlihat bingung.

Karena mendapati setiap lantai sudah terisi penuh, maka kami terus mencari parkir hingga ke tingkat paling atas. Ketika sampai di sana, aku melihat kondisi pelataran parkir tersebut sangatlah sepi, paling hanya diisi sekitar 5 mobil saja. Mungkin karena banyak orang yang malas untuk parkir hingga ke lantai atas, sehingga mereka lebih memilih untuk parkir di luar gedung saja. Namun sungguh kebetulan karena memang suasana seperti inilah yang aku harapkan.

“Mar, parkir di sana aja tuh…” aku menunjuk sebuah tempat kosong yang berada di sudut dan jauh dari mobil-mobil lainnya.

Tanpa banyak bertanya dengan segera adikku mengarahkan mobil kami untuk menuju tempat yang aku tunjuk tadi. Tempat tersebut ternyata cukup gelap karena tidak terlalu terjangkau oleh sinar matahari ataupun lampu penerangan, dikarenakan letaknya yang sedikit tersembunyi.

“Mar… Teteh jujur aja kalo sebenarnya Teteh masih sering kepikiran tentang kita…” kataku setelah Amar selesai parkir dan mematikan mesin mobil.

“Maksudnya Teteh apa sih?” tanya adikku dengan wajah serius yang mengartikan kalau dia memang belum mengerti apa maksud perkataanku.

“Eeemm… Te-teteh pengen gituan lagi sama Amar…” jawabku terus terang.

“E-eh… Te-teteh serius nih?” adikku bertanya lagi namun kali ini dengan sedikit gugup.

Pertanyaan adikku tadi hanya aku jawab dengan anggukan lalu secara perlahan-lahan aku mulai mendekatkan wajahku ke arahnya. Aku dapat merasakan hembusan nafas adikku yang memburu di wajahku. Kemudian aku lingkarkan tanganku pada lehernya dan bibir kami mulai saling bertemu. Aku mengeluarkan lidah menjilati bibirnya, adikku juga ikut mengeluarkan lidahnya untuk membalas perbuatanku. Ciuman kami semakin panas seiring dengan gairah yang membara di dalam diri kami. Suara-suara kecupan bercampur dengan erangan tertahan ditambah oleh nafas kami yang semakin tidak beraturan saja.

Wajah adikku kini merambat turun hingga ke leher mulusku, kemudian dengan bibir serta lidahnya dia mencium dan menjilat dengan penuh nafsu. Sambil terus menciumi leherku, tangan adikku juga mulai meremas-remas payudaraku yang masih terbungkus pakaian lengkap.

“Teteh harum banget deh…! Jadi tambah napsuin aja…!!” kata Amar memuji aroma tubuhku karena saat itu aku memang memakai minyak wangi cukup banyak terutama di bagian leher.

“Eeeemmmhhh…” aku hanya mendesah pelan menanggapi pujiannya.

Tidak puas dengan hanya memegang payudaraku dari luar saja, tangan adikku mulai menarik ujung kerah bajuku ke atas hingga akhirnya terlepas seluruhnya. Kini bra milikku yang berwarna pink dan perutku yang mulus jadi terlihat. Dengan cepat kedua tangan adikku meraih tali bra tersebut, kemudian dia membuka kaitannya hingga kini payudaraku sudah tidak tertutup apa-apa lagi.

Memang payudaraku tidak besar bentuknya, namun tetap saja menantang untuk diraba dan diremas oleh siapapun yang melihatnya. Sementara kedua putingku yang berwarna kecoklatan nampak nikmat untuk dikulum. Kedua tangan adikku kini memegang masing-masing buah dadaku. Kemudian aku pun mulai memejamkan mata karena ingin lebih menghayati dan menikmati rabaan dan remasan adikku sehingga dia pun juga semakin bernafsu. Kini adikku meremas-remas kedua payudaraku sambil memilin kedua putingnya dengan jari-jarinya yang panjang hingga membuatnya semakin tegang. Tampak putingku yang kecoklatan sudah sangat mengeras akibat ulah adikku.

“Oooooooh… Ooooohhhh… Aaaaaaaaaah…” aku merintih tidak karuan.

Aku tidak tahu persis berapa lama buah dadaku menjadi bulan-bulanan adikku. Namun yang aku sadari hanya darahku semakin berdesir ketika adikku kini mulai menyedot-nyedot puting payudaraku. Aku yang merasa semakin terangsang hanya dapat menggunakan kedua tanganku untuk mengelus-elus kepala adikku yang sedang menghisap payudaraku. Tubuhku bergetar hebat merasakan payudaraku dihisap habis oleh adikku.

“Aaaaaghhh… Amaaaaar…!! Teeruuuuus…!!” aku melenguh ketika dengan semakin rakus adikku melumat payudaraku.

Tangan adikku ternyata tidak tinggal diam, sambil terus melumat payudaraku tangannya memainkan vaginaku yang masih tertutup dengan celana jeans.

“Mar… Teteh pengen isepin penis Amar sekarang…” aku berkata pelan sambil menatap adikku.

Tentu saja mendengar permintaanku tanpa pikir panjang lagi adikku langsung melucuti celananya sendiri hingga kini terpampang jelas penisnya sudah tegak berdiri seperti tiang bendera.

“Kok udah tegang kayak gitu aja sih Mar? Pasti Amar udah nggak tahan ya?” tanyaku dengan nada menggoda.

“I-iyaa Teh…! Abis udah lama banget nggak pernah disepong sama Teteh lagi…” jawab adikku dengan wajah malu-malu.

Tanpa rasa canggung dan ragu, akupun memegang dan mengocok perlahan penis adikku. Nafsu birahiku sepertinya sudah menguasai diriku sampai aku tidak sadar bahwa sekarang kami berdua sedang melakukan hal ini di dalam parkiran mobil yang sewaktu-waktu bisa saja ada satpam atau orang lain datang memergoki kami.

‘Pleeekhh… Pleeekk… Pleeekkk…’ terdengar suara kocokan tanganku pada batang penis Amar yang semakin menegang saja.

Denyutan batang penis adikku sungguh begitu hebat sampai-sampai aku bisa merasakan kedutan aliran darahnya ketika melewati rongga urat-urat yang berwarna hijau kehitaman.

“Uuuuuuugghhh… Teteeeeh…!!” Amar melenguh ketika tanganku bermain pada penisnya.

“Teeeh… Amaaar nyalain AC dulu yaaah… Jadi panaaass nih!” kata adikku yang dahinya sudah penuh dengan keringat.

Aku hanya mengangguk menjawab pertanyaan adikku lalu menghentikan kocokanku terlebih dahulu. Seperti tidak mau kehilangan waktu sedetik pun, dengan terburu-buru adikku memutar kunci mobil yang masih menempel pada kontak, kemudian segera menyalakan AC. Di saat jeda itu aku baru tersadar kalau ternyata tubuhku juga sudah basah oleh keringat.

“Lanjutin lagi dong Teh…!! Udah nggak tahan nih…!” pinta Amar setelah udara di dalam mobil menjadi lebih sejuk.

Aku langsung meraih penis tersebut lalu berkata “Amar udah siap diisepin sama Teteh kan?”

Tanpa perlu menunggu jawaban dari adikku terlebih dahulu, aku pun langsung membuka mulutku lebar-lebar lalu mulai menghisap penis tersebut.

“Mmmmmmhh… Sluuurp…” begitulah suara yang keluar ketika dengan cepat aku mengulum serta memainkan lidahku pada penis Amar.

“Aggghhh…!! Iseeep teruuus Teeeeehh…!! Iyaaaaaah… Eenaaak bangeeeeet…!!” kata adikku yang kini mendesah dan mengerang keenakan menikmati apa yang aku lakukan pada penisnya.

Sekilas tercium bau keringat dari penis adikku sehingga aku harus sedikit menahan nafas. Namun aku terus saja memasukkannya lebih dalam ke mulutku lalu mulai memaju-mundurkan kepalaku. Selain menghisap, terkadang tanganku juga turut aktif mengocok penisnya.

“Aaaaaaaaaaahh… Teteeeeh makiin jagooo ajaaaa nyepongnyaaaaa…!!” ceracau adikku karena saat itu aku memang mengeluarkan semua teknik oralku.

Kedua tangan adikku membelai rambutku dengan lembut selagi aku terus berusaha membuat penisnya semakin menegang. Sesekali aku menatap nakal pada adikku, agar dia semakin terangsang. Tidak lama kemudian tangan adikku mulai bergerak untuk meraba-raba kedua payudaraku selagi aku sedang menikmati penisnya.

“Mmmhh… Slurrrp… Mmmmhh…” tentu saja saat ini aku tidak bisa bebas mendesah ketika kurasakan tangan adikku semakin kencang meremas dadaku.

“Mmmmh… Aaaaaaahh… Maaaar…!!” karena tidak kuat lagi akhirnya aku mendesah hingga untuk sesaat penis adikku terlepas dari kulumanku.

“Kok berhenti sih Teh? Terusin lagi dong… Enak banget sepongannya Teteh!” dengan kurang ajar adikku menjejalkan penisnya ke dalam mulutku.

“Mmmppph…” aku merintih tertahan lalu melanjutkan hisapanku yang sempat tertunda.

“Oooooooh… Teteeeeeeeeh…!!” adikku mulai menjambak rambutku dengan kencang karena mungkin dia tidak mampu menahan kenikmatan yang dirasakannya.

Penis adikku itu kujilat memutar, lalu kepala penisnya kuhisap kuat-kuat dan beberapa saat kemudian penis itu kembali kucelupkan ke dalam kuluman mulutku. Namun karena tangan adikku masih saja terus-terusan bermain pada kedua payudaraku, maka beberapa kali aku melenguh tertahan karena mulutku penuh dengan penisnya.

Mungkin karena adikku tidak mau cepat-cepat mengalami ejakulasi dia berkata ”Udah dulu Teh…! Sekarang giliran Amar yang muasin Teteh…” sambil mengangkat pelan kepalaku hingga hisapanku pada penisnya terlepas.

Kemudian aku membuka celana panjang dan menurunkan celana dalam yang juga berwarna sama dengan bra milikku. Sehingga sekarang terlihatlah vaginaku yang tanpa dihiasi bulu sedikitpun. Adikku memperhatikan sejenak kemaluanku sambil mengelus pelan bibir bagian luarnya.

“Memek Teteh masih rapet aja…” adikku terkagum-kagum walaupun ini bukan pertama kalinya dia memegang vaginaku.

Lalu dengan tidak sabar jari-jari tangannya membelai kemaluanku yang memang tampak menggoda. Dua jarinya kemudian masuk ke dalam dan mengelus-elus dinding vaginaku sekaligus mencari klitorisku. Ketika menemukan titik rangsangan itu, adikku semakin gencar memainkan benda tersebut sehingga tubuhku semakin tidak terkendali dan terus menggeliat-geliat.

“Aaaaaaaaaahh…” aku mendesah-desah karena jari adikku terus menyentuh bagian tersebut.

Walaupun AC di dalam mobil menyala cukup dingin, namun butir-butir keringat seperti embun semakin membanjiri wajah dan tubuhku yang menandakan betapa terangsangnya aku. Supaya lebih memudahkan Amar, aku kemudian mengangkat paha sebelah kananku hingga berada di bangku yang sedang diduduki adikku hingga kini aku berada dalam posisi mengangkang.

Dengan kedua jarinya, adikku membuka bibir vaginaku sehingga udara dingin dari AC menerpanya dan membuatku semakin merinding. Tubuhku semakin bergetar ketika dengan penuh nafsu Amar mulai membenamkan wajahnya dan menjilat-jilat vaginaku.

“Oooohhh… Amaaaaaar!! Enaaaaaaak…!!” aku berteriak-teriak menikmati jilatan adikku.

Adikku yang sekarang sudah pasti jauh lebih berpengalaman, memainkan lidahnya dengan tepat pada klitorisku, sedangkan jari tengahnya menerobos lubang vaginaku. Jendela mobil yang dalam keadaan tertutup rapat membuat aroma khas dari vaginaku segera menyebar di dalam mobil yang justru membuat adikku semakin bernafsu memainkan lidahnya.

“Eenngghh… Teruuuuus Maar…!!” aku menggeliat merasakan lidah adikku bergerak liar merangsang setiap titik peka pada vaginaku.

Aku sungguh menikmati permainan jilatan lidah dari adikku hingga otot vaginaku semakin menegang. Birahiku pun semakin memuncak yang berakibat tubuhku mulai menggelinjang hebat.

“Oooohhh… Amaaaar…!! Sssshh… Enaaak bangeeet Maar…!!” desahku ketika merasakan geli sekaligus nikmat akibat ulah adikku.

Menerima rangsangan terus-menerus seperti ini aku merasa gelombang orgasmeku mulai datang. Detak jantungku kini semakin cepat dan nafasku mulai terengah-engah. Wajahku sekarang pasti tampak sayu karena puncak kenikmatan sudah berada di depan mata akibat berulang kali bibir vaginaku disapu lidah serta dihisap oleh adikku.

“Aaaaaaaaaaah… Amaaaaar…!! Teteeeeh keluaaaaaaar…!!” aku akhirnya mengerang panjang karena merasakan nikmat yang tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata.

Permainan lidah dan tangan adikku akhirnya membuatku mencapai orgasme yang pertama. Tubuhku mengejang dengan sangat hebat! Tangan kiriku meremas-remas payudaraku sendiri sedangkan tangan kananku menekan kepala adikku agar lebih terbenam lagi di selangkanganku. Aku merasakan vaginaku dihisap kuat oleh adikku dan dengan rakusnya dia melahap setiap tetes cairan yang terus mengalir dari sana.

“Aaaaaaaaaaaaaaaaaah…!! U-udaaaah Maaar…! Teteeeh udaah nggaak kuaaat lagiiii…!!” aku memohon agar adikku menghentikan jilatan dan hisapannya pada vaginaku.

Tanpa memperdulikan permintaanku, adikku terus melumat kemaluanku dengan rakusnya. Lidahnya menyapu seluruh pelosok vaginaku dari bibirnya, klitorisnya hingga ke dinding bagian dalamnya. Namun perbuatannya itu memang memberikan sensasi yang luar biasa. Aku benar-benar telah lepas kontrol dan mataku menjadi merem-melek dibuatnya. Setelah menyantap cairan cintaku hingga benar-benar habis barulah adikku menghentikan hisapannya.

“Dasaaar… Heeeh… Kamuuu nakaaal Maar…!! Heeeh… Heeeeh…” kataku dengan nafas terengah-engah.

“Tapi Teteh suka kan?” tanya adikku yang di pinggir mulutnya masih tampak lengket dengan cairan kewanitaanku.

Tanpa dapat berkata apa-apa, aku menganggukkan kepala tanda setuju sambil tersenyum puas. Seperti tidak mau memberi kesempatan bagiku untuk beristirahat, adikku mencium lagi bibirku yang juga kubalas dengan tidak kalah bernafsu. Selagi kami berciuman aku dapat mencium aroma tajam dari cairan vaginaku yang melekat pada mulutnya.

“Mar… Masukin penis kamu ke vagina Teteh dong… Teteh udah nggak tahan…” aku berkata mesra di telinganya setelah tenagaku pulih kembali.

“Ayo Teh! Tapi biar lebih enak kita pindah ke bangku belakang aja yah…” ajak adikku dengan penuh semangat.

Setelah aku berpikir kalau benar juga apa yang dikatakan oleh adikku tadi, aku pun menuruti perintahnya untuk berpindah ke bangku belakang lalu mengambil posisi tiduran. Sedangkan adikku yang masih berada di bangkunya, terlihat sedang sibuk membuka bajunya hingga akhirnya kami berdua sudah dalam keadaan telanjang bulat. Setelah itu adikku ikut menyusul ke belakang.

“Jangan kasar-kasar yah Mar…” pintaku.

“Iyaaa Teh…” jawab adikku ketika sedang berusaha memasukkan penisnya.

Adikku melebarkan kedua pahaku lalu mengarahkan penis panjangnya di antara vaginaku. Bibir vaginaku jadi ikut terbuka siap untuk menyambut penis yang akan memasukinya. Namun di luar dugaan adikku tidak langsung mencoblos vaginaku, melainkan sengaja dia gesek-gesekkan terlebih dahulu kepala penisnya pada bibir luar vaginaku agar semakin memancing birahiku.

“Masukiiiin sekaraaaaang Maaar…!!” karena sudah tidak sabar ingin segera dicoblos aku pun meraih batang penis milik adikku yang sudah tegang dan keras sekali lalu membimbingnya untuk masuk ke dalam vaginaku.

“Uuughhh… Peniiis Amaaaar enaaaak bangeeet…!!” kataku setelah merasakan penis adikku yang kini hampir memenuhi seluruh rongga vaginaku.

“Memeeek Teteeeeh jugaa nikmaaat bangeeeet… Aaaaaaaaah…!!” desah adikku.

Dengan perlahan adikku mulai menggenjot vaginaku yang sudah mulai basah lagi. Kami berdua sama-sama saling melampiaskan hasrat dan nafsu yang begitu menggebu-gebu. Saat melakukan persetubuhan aku sempat berpikir ada untungnya juga kami parkir di lantai yang sepi dan letaknya cukup jauh dari mobil-mobil lain, kalau tidak tentu goyangan-goyangan dari dalam mobil ini pasti akan mengundang kecurigaan.

“Aaaaaaakkhh…” erangku sambil mengepalkan tangan erat-erat saat penis adikku sudah masuk seluruhnya ke dalam vaginaku.

Pelan-pelan adikku menarik penisnya lalu ditekan ke dalam lagi seakan ingin menikmati dulu gesekan-gesekan pada himpitan vaginaku yang bergerinjal-gerinjal itu. Aku juga ikut menggoyangkan pinggul dan memainkan otot vaginaku mengimbangi hentakan penisnya. Ternyata gerakanku tadi membuat sodokan adikku semakin lama semakin kencang saja.

“Aaaauuuuuuhhh…!!” aku menjerit lebih keras akibat hentakan keras dari penis adikku pada lubang vaginaku.

Kuperhatikan selama adikku menyetubuhiku, tubuhnya yang kurus terus bercucuran keringat. Beberapa menit kemudian adikku menurunkan tubuhnya hingga menindihku. Aku menyambutnya dengan pelukan erat, sementara kedua kakiku aku lingkarkan di pinggangnya. Adikku mendekatkan mulutnya ke leherku lalu memagutnya. Sementara di bawah sana penis adikku semakin gencar mengaduk-aduk vaginaku diselingi gerakan berputar. Tubuh kami berdua sudah berlumuran keringat yang saling bercampur.

“Aaaaaagh… Aaaaaah… Oooooh…” aku terus merintih karena merasa akan mengalami orgasme kembali.

“Aaaahhh… Teteeeh keluaaar lagiiii Maaaaar…!! Oooohhhh…” aku melenguh panjang ketika aku orgasme untuk yang kedua kalinya.

Erangan keras tadi menandai orgasme dahsyat melandaku melebihi yang pertama tadi. Aku pun menjerit sejadi-jadinya, tidak peduli sedang dimana aku sekarang ini, untung mobil itu tertutup rapat dari dalam sehingga suaraku tidak akan terdengar sampai keluar.

“Sekarang giliran Teteh yang di atas yah…” tanpa memberi aku waktu adikku merubah posisi kami sehingga kini aku berada di atas tubuhnya.

Walaupun masih merasa sangat lelah akibat mengalami dua kali orgasme, namun tanganku tetap meraih penis Amar lalu mengarahkannya ke vaginaku.

“Ooohh… Eenak bangeeet Mar!!” kepalaku menengadah sambil mengeluarkan desahan menggoda saat menurunkan tubuhku hingga penis adikku melesak masuk ke dalam vaginaku yang sudah basah.

“Teteeeeh… Oooooohhh… Teteeeeeeeh…” Amar juga ikut mendesah sambil tidak henti-hentinya meneriakkan namaku.

Kedua tangan adikku memegang sepasang payudara milikku dan meremasinya. Sesaat kemudian, aku sudah mulai menaik-turunkan tubuhku di atas penis adikku. Amar melenguh merasakan bibir vaginaku mengapit penisnya dan dinding-dinding bergerinjal di dalamnya menggeseki penisnya di dalam sana. Goyangan naik-turunku semakin liar dan desahanku pun semakin tidak karuan.

“Aaaaaaaaaaahhh…” aku sungguh menikmati posisi tersebut dikarenakan penis adikku menancap lebih dalam pada vaginaku.

Karena berada dalam posisi di atas, aku baru sempat memperhatikan kalau ternyata sudah ada beberapa mobil lain yang parkir tidak jauh dari tempat kami sekarang. Sebenarnya ada rasa ketakutan yang besar di dalam diriku apabila kami berdua sampai dipergoki oleh orang lain dalam keadaan seperti ini. Namun justru inilah sensasi dari melakukan seks di tempat yang berbahaya.

Aku mencondongkan badanku lebih ke depan sehingga payudara milikku mendekati wajah adikku, tanpa diminta dia langsung melumatnya. Tangan adikku juga ikut meremasi bongkahan payudaraku dan mulutnya menggigit-gigit kecil putingnya. Aku merasakan betapa liang kewanitaanku menjadi tidak terkendali berusaha menghisap dan melahap alat kejantanan adikku itu sedalam-dalamnya.

‘Clep… Clep… Clep’ suara vaginaku yang sudah becek bergesekan dengan penis milik adikku.

Cairan pelumas vaginaku keluar sangat banyak sehingga penis adikku semakin lancar keluar masuk vaginaku. Dengan penuh birahi aku terus menggenjot penis Amar. Tangan nakal adikku meraih payudara serta pantat mungilku lalu meremas-remasnya dengan gemas.

“Ooohh… Memeeeek Teteeeeh… Sempiiit bangeeeeet…!! Enaknyaaaa…!!” adikku terus memuji vaginaku.

Cukup lama aku menaik-turunkan tubuhku dengan liar dalam posisi di atas hingga akhirnya tubuhku dirasakan semakin mengejang. Gelombang kenikmatan itu menyebar ke seluruh tubuh menyebabkan tubuhku berkelejotan dan mulutku mengeluarkan erangan panjang. Hanya dalam waktu kurang dari 15 menit aku menggoyangkan tubuhku di atas adikku, aku pun mengalami orgasme untuk yang ketiga kalinya!

“Aaaaaaaah… Teteeeeh mauuuu keluaaaaar lagiiii… Oohhhh… Amaaaar!!” Aku melenguh panjang meresapi kenikmatan yang melanda tubuhku.

“Amaaaar jugaaa udaaah mau keluaaar Teeeh…!!” teriak adikku yang akhirnya hampir mencapai klimaks.

‘Croooot… Croooot… Croooot…’ tidak lama kemudian akhirnya terdengar suara sperma adikku yang mengisi penuh rahimku dalam waktu yang sangat lama.

Sementara itu alat kejantanan adikku tetap aku biarkan terbenam sedalam-dalamnya di liang kewanitaanku sehingga seluruh cairan birahinya terhisap di dalam tubuhku sampai tetes terakhir. Aku memang sengaja berusaha menjepit penisnya erat-erat karena tidak ingin segera kehilangan benda tersebut dari dalam tubuhku.

Aku sungguh mengagumi keperkasaan adikku yang mampu membuatku mencapai orgasme hingga beberapa kali. Selanjutnya kami hanya bisa terhempas kelelahan di jok belakang itu dengan tubuh bugil kami yang penuh oleh keringat. Kami berdua berpelukan mesra menikmati sisa-sisa kenikmatan. Nafas kami saling memburu hingga akhirnya mulai normal lagi setelah beberapa menit beristirahat.

“Amar hebat banget sih…! Masa Teteh udah keluar sampe tiga kali, Amar baru sekali…” pujiku sambil mengecup mesra bibir adikku.

“Berarti nggak percuma dong Amar sering ngentot sama cewek Amar…” katanya terus terang.

Jujur saja ada sedikit perasaan tidak rela mendengar kenyataan bahwa adikku sudah pernah bersetubuh dengan wanita selain diriku. Namun aku harus dapat belajar menerima semua itu, karena aku pun juga tidak setia dengannya. Tidak lama kemudian adikku kembali melumat bibirku dengan penuh gairah. Lidah kami saling beradu dengan sangat panas. Sambil terus berciuman, tangan kurus adikku tidak henti-hentinya menjelajahi seluruh tubuhku. Sentuhan demi sentuhan adikku kembali menaikkan birahiku.

Dengan gaya nakal aku mendorong dada adikku hingga kini dia kembali berada dalam posisi tiduran. Aku menaiki wajah Amar kemudian menggeser tubuhku hingga penisnya berada di atas mulutku, sementara itu mulut adikku juga tepat di bawah vaginaku.

“Jilatin vagina Teteh yah Mar… Puasin Teee… Aaaaahhh!” sebelum sempat menyelesaikan kata-kataku lidah adikku sudah lebih dulu menyapu bibir vaginaku.

Aku membalasnya dengan menjilati kepala penis adikku yang sudah tampak licin dan berwarna kehitaman. Lidahku menjilati bagian yang disunat tersebut beserta lubang penisnya. Aksiku itu membuat tubuh adikku menjadi bergetar dan mulutnya mengeluarkan lenguhan nikmat.

Seiring birahiku yang naik semakin tinggi, tentu saja aku semakin bersemangat mengoral penis milik adikku. Aku hisap benda itu kuat-kuat hingga pipiku sampai terlihat cekung menghisapi penis tersebut. Tanganku yang halus juga ikut memijati buah zakar adikku sehingga pasti menambah kenikmatan baginya. Adikku menyibakkan bibir vaginaku lebar-lebar, menusuk-nusuk dengan jari-jarinya dan menjilati setiap bagian dari vaginaku. Tentu saja kini vaginaku semakin basah dibuatnya.

Pinggulku bergoyang dengan liar akibat ulah adikku yang dengan sangat cekatan menjilati vaginaku yang kini telah banjir. Adikku juga terlihat semakin bersemangat menghisap-hisap dan menjilati klitorisku. Adikku terus-menerus merangsang titik-titik sensitif pada daerah vaginaku hingga membuat tubuhku semakin menggelinjang.

Tidak mau terus kalah dengan Amar, aku semakin berusaha mengeluarkan kemampuan dalam menjilat dan menyedot-nyedot penis miliknya hingga dia merasakan kenikmatan yang luar biasa. Sebaliknya adikku juga tetap tidak ingin kalah dengan mengalami orgasme terlebih dahulu. Sehingga kami berdua kini saling berlomba merangsang satu sama lain dan tinggal menunggu saja siapa yang tidak kuat bertahan.

“Teteeeeh nggaaaak kuaaaaaaat lagiiiii…!! Aaaaaaaaaaaahhhhhhh…!!” lagi-lagi akulah yang menjadi pecundang karena sudah tidak tahan lagi dirangsang sedemikian rupa oleh adikku.

Kali ini aku bahkan mengalami orgasme yang sungguh luar biasa! Saat itu aku sama sekali tidak ingat lagi dengan keadaan sekitar sehingga aku meracau tidak karuan sambil berteriak-teriak dengan keras. Sementara itu vaginaku masih saja terus mengeluarkan cairan dengan sangat banyak yang tentu saja tidak disia-siakan oleh adikku.

Setelah adikku puas menikmati cairan vaginaku, dengan tidak sabar dia menggerakkan pantatnya seolah sedang melakukan penetrasi ke dalam mulutku hingga penisnya kini sudah mencapai rongga kerongkonganku. Adikku terus membenamkan batang penisnya ke dalam mulutku sambil sesekali mengaduk-aduk tenggorokanku. Diperlakukan seperti itu aku hanya bisa pasrah dan membiarkan adikku berbuat sesuka hatinya.

“Aaaaaaahh… Teteeeeeh…!! Amaaar sebentaaaar lagi keluaaaar…!!” akhirnya adikku pun sudah tidak dapat menahan lagi kenikmatan yang mulutku berikan kepada penisnya.

Hingga tidak berapa lama setelah itu ‘Crooott… Crooootttt… Crooooott…’ sperma adikku yang hangat, kental serta memiliki bau yang khas, keluar dengan cukup banyak ke dalam mulut mungilku.

“Ooooohh… Sedoot teruus Teeeh!! Enaaaak… Teleeen pejuuu Amaaar semuanyaaaa…!!” perintah adikku agar menelan seluruh sperma yang dikeluarkan dari penisnya dengan mulutku sampai betul-betul habis.

Setelah selesai meminum sperma adikku yang terasa sangat nikmat di mulut, aku pun meraih batang penisnya lalu menghirup dalam-dalam aroma spermanya. Dengan perlahan aku menjilati sisa sperma adikku yang masih menempel hingga penisnya menjadi mengkilap dan licin kembali.

“Emang paling mantep deh sepongannya Teteh…!” kata adikku memuji pelayananku.

Setelah tenaga kami sudah terasa habis, kami berdua hanya bisa menyenderkan tubuh di kursi belakang. Selama kami tersandar lemas di bangku belakang, suasana di dalam mobil menjadi hening. Hanya terdengar suara desah nafas dan juga suara tiupan AC mobil yang angin dinginnya menerpa tubuh telanjang kami berdua.

“Ternyata mimpi Amar bener-bener jadi kenyataan…” kata adikku yang nampak tersenyum puas.

Seperti layaknya sepasang kekasih, aku menyandarkan kepalaku di pundak Amar sambil memeluk badannya yang kurus. Rambut panjangku yang kini dalam keadaan berantakan juga dielus lembut oleh adikku. Kemudian kami berciuman kembali sambil saling menggoda dan bercanda menikmati saat-saat terakhir sebelum akhirnya mulai berbenah diri.

“Aduh Mar!! Kita udah satu jam lebih nih…! Nanti bilang apa ke Ibu?” aku berteriak kaget ketika melihat ke arah jam tanganku.

“Tenang aja Teh! Bilang aja nyari parkirnya susah, terus Teteh bilang aja sekalian liat-liat baju…” jawab adikku dengan santainya.

“Iiiiih… Amar emang paling pinter deh kalo nyari alesan…!” kataku sambil mencubit pelan pipinya.

Setelah kembali berpakaian lengkap akhirnya kami pun segera keluar dari mobil dan menuju ke Food Court tempat Ibu dan adik-adikku yang lain menunggu. Ternyata alasan yang disarankan Amar tadi benar-benar membuat mereka percaya begitu saja.

Karena sudah merasa sangat lapar dan lelah akibat saling melepas birahi di mobil tadi, akhirnya aku dan Amar langsung memesan makanan sebelum kami semua melanjutkan perjalanan untuk berbelanja. Sungguh hari ini menjadi belanja paling melelahkan bagiku. Bahkan aku sempat tertidur di mobil dalam perjalanan pulang ke rumah.

Di dalam hati kecilku, aku merasa yakin kalau setelah kejadian ini aku dan adik laki-lakiku akan tetap melanjutkan hubungan terlarang ini setiap kali ada kesempatan. Bahkan tidak tertutup kemungkinan kami melakukannya setelah aku menikah dengan pacarku nanti.

- Tamat -
Daftar Chapter